Photobucket

Minggu, 25 September 2011

PERCERAIAN BUAT ORANG SENGSARA

Saat meliput ke Bali, aku pulang terlebih dahulu dibanding rekan-rekan wartawan lainnya. Saat perjalanan lewat darat dari Pantai Lovina, Buleleng, menuju Bandara Ngurah Rai, kendaraanku disopiri oleh seorang warga Bali yang aku panggil Pak Yus.

Menurut cerita Pak Yus, ia memang terbiasa mengantarkan tamu untuk keliling Bali setiap hari. Saat perjalanan menuju Bandara, Pak Yus juga dengan lihai mengisahkan berbagai tempat menarik yang kita lewati di Pulau Dewata tersebut, seperti Danau Buyan yang memiliki banyak kisah unik seputar banyaknya monyet di tempat itu yang tidak takut dengan kehadiran manusia, dan juga kisah tentang Gunung Agung dan Gunung Batur yang pernah dipanjatinya bersama sejumlah turis dari negara asing.

Saat di tengah perjalanan, tiba-tiba ia menunjukkan foto dirinya bersama seorang wanita bule. "Ini mantan istri saya," kata Pak Yus. Wanita itu ternyata dokter yang berasal dari Austria. Pak Yus menikah dengan wanita itu pada tahun 2001 setelah bertemu di Bali. Pak Yus dan istrinya setelah menikah juga membuat bisnis penyewaan villa (yang menurut dia) cukup sukses sehingga dia bisa menjadi orang yang kaya raya ketika itu.

Setelah beberapa tahun tinggal di Bali, Pak Yus dan istri Eropa-nya itu memutuskan pergi untuk tinggal di Austria. Namun di sana, Pak Yus hanya bisa bertahan selama beberapa bulan. Meski demikian, Pak Yus tetap cukup fasih untuk berbahasa Jerman (yang biasa digunakan di negara Austria). Anak hasil buah cintanya dengan wanita Austria itu juga lahir di negara asal ibunya. "Kulitnya perpaduan saya dan ibunya. Tetapi wajahnya mirip ibunya," kata Pak Yus mengenai sang anak yang diberi nama Oliver itu.

Selama beberapa tahun mengalami cekcok dan sering bertengkar, Pak Yus dan wanita Austria itu memutuskan untuk bercerai. Setelah bercerai, Pak Yus mengaku sangat depresi sehingga ketika itu dia juga kerap menghamburkan uang hingga puluhan juta setiap harinya. Walhasil, uang yang dia keluarkan menjadi seperti pepatah "lebih besar pasak daripada tiang", dan salah satu dampaknya adalah bisnis penyewaan vilanya juga menjadi hancur.

Ia pun pernah juga mencoba merantau ke beberapa tempat untuk mencari peruntungan seperti ke Kalimantan Selatan dan juga ke DKI Jakarta (Pak Yus pernah menjadi sopir taksi di kawasan Bekasi pada tahun 2005 - 2007). Dari hidup kaya raya, Pak Yus merasakan getirnya perceraian yang membawanya jatuh ke dasar jurang kehidupan. Saat ini, dia mencoba membangun hidupnya kembali. Pak Yus telah menikah lagi dengan istri baru asli Bali. Ia juga bergantung hidupnya dengan menjadi sopir bagi para tamu yang ingin berwisata ke berbagai tempat menarik di Bali.

Perceraian aku yakin tidak hanya memiliki dampak yang besar hanya kepada Pak Yus saja, tetapi pasti juga dirasakan oleh istri dan juga anaknya. ("Anak saya masih menelepon saya, tapi ibunya sudah tidak mau lagi berbicara lagi dengan saya," kata Pak Yus). Ia juga mengatakan bahwa anaknya saat ini tidak bisa berbahasa Indonesia, sehingga komunikasi dilakukan dengan bahasa Jerman bercampur Inggris.

Yang bikin cemas juga adalah semakin meningkatnya angka perceraian pada beberapa tahun terakhir. Aku juga kerap mendengar kisah beberapa pasangan muda yang bercerai setelah baru membina biduk rumah tangga selama beberapa tahun. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung, perceraian pada 2010 tercatat sekitar 285 ribu perkara. Dari jumlah tersebut, sebanyak 67 ribu karena persoalan ekonomi.

Menurut Dirjen Bimbingan Islam Kementerian Agama, Nasaruddin Umar, sebagaimana dikutip dari kantor berita Antara (4/8), penelitian yang dilakukan pihaknya mengatakan bahwa penyebab perceraian yang disebabkan perselingkuhan meningkat. Sedangkan penyebab perceraian lainnya antara lain poligami, kawin paksa, pernikahan di bawah umur, dan kekerasan dalam rumah tangga, NGERI...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar