Photobucket

Sabtu, 26 November 2011

MY MOM, THE GREATEST WOMAN IN THE WORLD..

Hi Mom, I wish you're always smiling up there..

Aku biasa memanggil ibuku dengan sebutan Andeh, yang merupakan sebutan dari suku Minangkabau.. Andeh, bila masih hidup saat ini, maka usianya mencapai 63 tahun. Namun, Andeh ditakdirkan meninggal dalam relatif usia muda. Beliau meninggal pada Januari 1995, saat berusia 46 tahun..

Aku ingat pada malam terakhir Andeh masih hidup (saat itu aku masih kelas 2 SMP). Ia sudah sangat kesakitan dengan kanker payudara yang telah menghabisi kedua buah dadanya. Andeh sudah tidak bisa lagi tidur berbaring karena rasa sakitnya, dia tidur terakhir di dunia ini dengan posisi terduduk di kursi yang terletak tepat di samping tempat tidurku. Kakak-kakakku menemani Andeh dengan tidur di lantai.

Saat aku terbangun keesokan paginya, aku sudah melihat Andeh tidak lagi ada di kursi sampuing tempat tidurku. Demikian pula dengan kakak-kakakku. Aku mendapat firasat tidak enak. Dan setelah aku mandi, salah satu kakakku mengebel pintu rumahku. Kakakku dengan tatapan kosong melihatku dan berkata, "Andeh meninggal". Aku tidak akan lupa saat itu, seakan-akan dunia di sekelilingku langsung runtuh. Aku pun menangis sejadi-jadinya di bahu kakakku. Aku tidak akan pernah lupa saat itu..

Ternyata, Andeh yang telah kesakitan selama beberapa terakhir menderita sesak nafas saat aku tertidur lelap. Akibatnya, kakak-kakakku dan ayahku segera membawa Andeh ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dengan menggunakan taksi. Namun, takdir memang telah menentukan lain. Andeh meninggal dunia karena komplikasi paru-paru basah di rumah sakit.

Sebelumnya, Andeh telah menjalani berbagai macam pengobatan, mulai dari alternatif hingga kemoterapi. Saat dia dikemoterapi, rambut Andeh perlahan-lahan rontok hingga tersisa sedikit saja di kepalanya. Akibatnya, Andeh harus memakai penutup kepala untuk menutupi kepalanya yang nyaris botak.. Karena saat itu masih jarang perempuan yang memakai jilbab atau penutup kepala, Andeh sering dipanggil "Bu Haji... Bu Haji..." Andeh sering tersenyum karena dia sendiri sebenarnya belum pernah naik haji (itu adalah keinginan terbesarnya yang belum sempat dia wujudkan sebelum dirinya meninggal).

Andeh sebenarnya berasal dari keluarga berada. Ayah dari Andeh (aku menyebutnya Atok) adalah diplomat yang telah bertugas di berbagai negara di kawasan Timur Tengah. Andeh sendiri menemui jodohnya (yaitu Ayahku) di Beirut, Lebanon pada akhir 60-an. Ketika itu, Ayahku adalah seorang mahasiswa yang hidup pas-pasan. Usianya juga terpaut 15 tahun lebih tua dari Andeh.

So pasti, keluarga ibuku awalnya enggan merestui hubungan antara Andeh (yang berasal dari keluarga diplomat kaya terpandang) dengan Ayahku (mahasiswa pencari beasiswa yang hidup pas-pasan di luar negeri). Namun, entah kenapa, Andeh seperti melihat sesuatu dalam diri Ayahku sehingga keluarga ibuku akhirnya menyetujui hubungan tersebut. Ia sangat meyakini bahwa Ayahku akan menjadi imam yang baik bagi dirinya maupun keluarga yang akan dibangunnya bila mereka telah memiliki anak-anak (Alhamdulillah lahir 4 orang anak, termasuk aku :)

Andeh tidak pernah berkeluh-kesah meski diajak hidup sederhana oleh Ayahku. Seingat aku, Andeh selalu ceria pada setiap orang yang ditemuinya dan jarang sekali menunjukkan kesedihannya. Ia juga sangat meyakini pentingnya pendidikan sehingga dia berani menyekolahkan seluruh anak-anaknya di sekolah swasta yang terkenal dihuni oleh anak-anak tajir. Aku tahu, Andeh setiap awal tahun pelajaran selalu meminta agar pihak manajemen sekolah memberikan keringanan biaya sekolah bagi anak-anaknya (terima kasih Andeh..)

Bagiku, Andeh adalah perempuan terhebat di dunia. Kegigihannya dalam mengantarkan anak-anaknya untuk mencapai pendidikan yang baik, ketabahannya dalam menjalani hidup yang sederhana dengan Ayahku, serta keceriaan dan senyum yang tak pernah lepas dari wajahnya setiap kali dia bertemu orang lain.. Sori, aku merasa aku hanya bisa menulis sampai di sini..

God, I miss u Mom..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar