Photobucket

Minggu, 27 November 2011

KETIKA 4 SERANGKAI PEJALAN KAKI BERJUANG..

Kisah ini terinspirasi setelah aku memutuskan untuk berjalan kaki dari Terminal Ciputat (atau tepatnya di kolong Jalan Layang Ciputat) hingga ke rumahku yang berjarak sekitar 2 kilometer... Aktivitas yang kelihatannya sudah dilupakan oleh mayoritas warga ibukota dan Jakarta coret itu aku lakukan karena Patas AC yang aku tumpangi mengambil jalan pintas dari Lebak Bulus menghindari macet yang kerap terjadi di depan kompleks rumahku.

Akibatnya, Patas AC itu melintasi jalan lain yang tidak melewati kompleks rumahku dan tiba-tiba plop, muncul begitu saja di Terminal Ciputat. Aku harusnya merasa kesal, tetapi entah kenapa ada perasaan senang karena aku bisa mempraktikkan hobiku sejak lama, berjalan kaki (YEEEE....)

Berjalan kaki di kota Jakarta dan daerah-daerah penyangga lainnya yang tercinta ini memang membutuhkan banyak pengorbanan.. Bayangkan, trotoar yang seharusnya hanya untuk pejalan kaki kerap diisi oleh berbagai kendaraan (baik motor maupun mobil) dan juga orang-orang berjualan. Hati ini ingin menjerit dan mengomel, tetapi sama siapa? Sama para pejabat dan pengambil kebijakan yang biasa menggunakan voorijders atau kendaraan penghalau untuk menghindari macet bagi diri mereka sendiri..? Akhirnya, aku hanya bisa mendumel sendiri..

Di saat aku berjuang untuk berjalan kaki, aku melihat terdapat tiga orang perempuan yang juga sedang berjalan kaki di depanku. Tiga orang itu adalah seorang ibu kurus berjilbab biru, setelahnya mbak-mbak bertubuh agak tambun, dan terakhir anak-anak berambut panjang. Dan terakhir di belakang ketiga perempuan itu adalah diriku, lelaki brewokan bertubuh besar yang kelihatannya tampak aneh bila disandingkan dengan ketiga perempuan itu. Seperti tiga orang Beatles yang disandingkan dengan satu orang pengamen terminal.

Aku tidak tahu apakah ketiga perempuan itu saling mengenal atau tidak. Tetapi aku yang jelas tidak mengetahui siapa saja ketiga perempuan tersebut. Tetapi, kami seperti 4 serangkai yang berjalan beriringan dalam mengatasi kejamnya jalan raya ibukota terhadap para pejalan kaki. Kami diklakson oleh bus besar, hampir diserempet oleh sepeda motor, dan harus selalu waspada terhadap kendaraan yang menggunakan jalur trotoar.

Namun, aku melihat ketiga perempuan yang berjalan di depanku itu tampak sabar dan sama sekali tidak marah-marah. Beda dengan diriku yang kerap kali menunjukkan muka kesel bila trotoar digunakan oleh pihak lain (non-pejalan kaki) sehingga kami harus mengalah dan harus berjalan di jalan beraspal sambil mewaspadai kendaraan yang berlalu kencang di depan kami. Mungkin, aku harus lebih banyak belajar tentang kesabaran dari para perempuan Beatles itu..

Setelah mengomel dan melangkah zig-zag antara trotoar dan jalan aspal, serta melakukan manuver yang agak rumit untuk menghindari berbagai kendaraan yang melintas, akhirnya aku sampai juga di depan kompleks rumahku. Aku berharap agar anggota keempat serangkai lain yang berjuang bersama-sama saya itu juga dapat sampai ke tempat tujuannya masing-masing dengan selamat.

Sejujurnya, aku memang gila jalan kaki dari kecil.. Aku ingat sewaktu SD pernah berjalan kaki dari Gramedia Matraman hingga ke rumah keluargaku yang dahulu masih tinggal di rumah susun sederhana di Jalan Otto Iskandar Dinata Raya (jarak itu kalo tidak salah sekitar 4 kilometer).

Namun, kini aku juga merasakan kebutuhan untuk memiliki sepeda motor untuk alasan kecepatan dan kepraktisan. Karenanya, aku juga bertekad sebelum akhir tahun ini aku sudah harus punya motor, aminn...

(Mudah-mudahan saat aku mengendarai motor di masa depan, aku juga dapat menghargai hak-hak para pejalan kaki.. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar